Perkenalkan
kami, Tanpa Nama. Nama kelompok kami adalah tanpa nama yang memang tidak memiliki
nama. Umur kami sudah menginjak hampir 3 tahun sejak awal pertemuan kami yang
entah bagaimana, itu sudah terlampau lama. Kita dekat secara alami, tidak ada
alasan yang pasti yang membuat kita menjadi dekat dan semakin dekat hingga
menciptakan cerita dan kenangan indah dalam tiap hidup kami. Kami dilahirkan di
tiga kota yang berbeda, menempuh studi di satu sekolah yang sama, lalu pergi
melanjutkan kuliah di tiga kota yang berbeda pula. Itu lah kami, hanya diberi
waktu kebersamaan tiga tahun yang cukup singkat untuk dijalani. Memang singkat,
tetapi menurutku itulah poinnya. Waktu yang singkat itu dapat mempererat
hubungan diantara kami bertiga.
Mereka
adalah salahsatu kenangan terindah yang pernah tercipta dalam hidupku. Aku
tidak menyesal telah mengenal mereka, walaupun terkadang bersama dengan mereka
pernah membuatku malu setengah mati di depan kelas, melakukan tindakan konyol
yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Hanya dengan mereka aku bisa menjadi
benar-benar diriku sendiri, aku belajar untuk menjadi teman yang pengertian
seperti yang mereka lakukan, aku bisa menceritakan segala rahasia, kekonyolan,
dan hal yang aib untuk dibicarakan.
Ketika
kami kelas 2 SMA, kami ditakdirkan menjalani satu tahun di kelas yang sama, dan
menurutku itu adalah kenangan SMA terbaik yang pernah kumiliki. Bersama mereka,
aku bahagia. Awal kami benar-benar dekat
sejak tahun ajaran baru kelas XI dimulai. Lucunya, kami sama-sama menganggumi satu
orang yang sama. Dua diantara kami menganggap itu hanya sebagai lelucon, tetapi
tidak dengan satu orang. Hanya dia yang menganggapnya lebih serius. Kami selalu
membicarakan cowok itu, membicarakan kabar terbaru tentang dia atau kekasihnya,
menghujat bersama-sama kekasihnya. Itu cukup membahagiakan walaupun kami tidak
samasekali dilirik oleh laki-laki itu.
Ketika
itu, aku yang sedang dilanda asrama dengan kakak tingkatan, aku selalu
menceritakan apapun hanya dengan mereka, tetapi hampir satu jurusan
mengetahuinya gara-gara mulut bocor mereka. Terkadang memalukan, tetapi itulah
spesialnya mereka. Hingga, ketika aku terpaksa mengakhiri hubungan dengan kakak
tingakatan itu, orang pertama yang ingin kubagi cerita adalah mereka. Ketika
itu, aku menangis di lapangan dengan pelukan erat mereka berdua. Kedua telingku
mendengarkan kata-kata nasehat dan saran yang lazimnya dikatakan ketika
temannya sedang patah hati.
Dan
sekarang, sudah hampir tiga tahun berlalu. Tinggal menghitung berapa bulan lagi
untuk perpisahan kami. Jujur, aku sedih. Sedih dengan sangatnya. Jika aku boleh
meminta izin kepada Allah untuk memperpanjang waktu kebersamaan kami bertiga,
aku pasti melakukannya. Ini terlalu singkat. Aku ingin bersama lebih lama
dengan mereka, berbagi cerita lagi, berbagi rahasia, berbagi kekonyolan, dan
berbagi makanan yang selalu kita lakukan. Bagiku ini persahabatan terbaik yang
pernah aku alami sampai saat ini.
Sekarang,
walaupun aku belum berpisah dengan mereka. Aku sering merasa rindu untuk
detik-detik terakhir kebersamaan kita. Detik-detik terakhir, aku ingin menjadi
seseorang yang lebih baik bagi mereka, menghabiskan waktu yang sangat singkat
ini dengan mereka, berbagi semuanya kecuali cowok.
Aku
harap tidak ada air mata dan sesal yang tersisa ketika waktu kita berpisah
tiba. Akan tetapi, aku yakin itu tidak mungkin. Entah siapa nanti yang akan
mengeluarkan air matanya duluan. Aku yang dingin, Azyzah yang lembut, atau
Akasa yang tegar. Entah siapa nanti yang akan memulai cerita awal kita bertemu
hingga hari perpisahan tiba. Entah siapa yang akan memulai pelukan hangat yang
akan kita rindukan hingga hari tua nanti. Entah siapa yang akan memulai jalan
untuk meninggalkan persahabatan ini. Mereka adalah salahsatu puisi terindah
yang tercipta di masa menjadi siswa terakhir, SMA. Aku pasti merindukan segala
hal dari mereka, dari hal yang paling menjengkelkan hingga yang paling
membahagiakan. Apapun itu, aku tidak akan melupakan kenangan terindah yang siap
aku pamerkan kepada keluarga baruku nanti.
Comments
Post a Comment