Bulan
purnama malam ini bersinar lebih terang daripada malam-malam lainnya. Langit
masih sedikit mendung, setelah satu jam yang lalu air hujan turun membasahi
bumi. Hujan meninggalkan sisa-sisa airnya di bumi. Tak hanya air, tetapi juga
kenangan bagi Kumbang.
Malam ini, Kumbang mendapati dirinya di sebuat tempat
makan favoritnya. Duduk di tengah hiruk pikuk pembeli yang saling bercengkerama
dengan teman atau sanak saudaranya. Kali ini, Kumbang tidak sendiri lagi. Di
depannya terdapat sesosok laki-laki dengan kemeja abu-abunya. Rambutnya
terlihat rapi, tidak seperti biasanya yang berantakan. Kulitnya sangat kontras
dengan Kumbang. Perlu kalian ketahui, Kumbang terlahir dengan pigmen putih yang
lebih banyak. Kacamata yang biasanya ia tidak pakai, kali ini dia memakainya.
Senyumnya mengembang sejak Kumbang pertamakali muncul di sudut matanya. Hatinya
begitu bahagia. Ini pertemuan pertamanya setelah mengenal Kumbang cukup lama.
“Hmm, sudah pesan?” tanya Kumbang setelah keheningan menghampiri
mereka untuk beberapa lama.
“Oh, belum. Kamu mau pesan apa?” tanya laki-laki itu
kembali. Sebut saja dirinya Katak.
“Nasi goreng pedas, ya. Minumnya terserah kamu, aja,”
jawab Kumbang setelah sedikit lama melihat-lihat menu yang terpampang di
depannya.
Katak mengangguk, lalu beranjak dari tempat duduknya,
melangkah pergi untuk memesan makanan. Kumbang hanya melihatnya. Tak ada kata
yang terucap, tetapi pikirannya mengeluarkan beribu kata tentangnya. Ia
tersenyum perlahan. Sejak tadi, ia menahan senyumnya, tak mau terlalu
memperlihatkan bahwa dia begitu bahagia bertemu dengan Katak. Kumbang tak
menyangka hubungan dengan Katak akan berlanjut selama ini. Ia masih tak
menyangka bahwa sosok Katak yang akan menemaninya sejak kejadian patah hati
beberapa tahun yang lalu.
Awal cerita mereka bermula ketika beberapa tahun lalu.
Ketika mereka masih menempuh di tingkat sekolah yang sama, berada di satu
angkatan, tetapi tak pernah saling mengenal sebelumnya. Mereka mulai bertukar
pesan ketika Kumbang menanyakan tentang royalti karena ia sudah merelakan satu
karya tulisnya di terbitkan di majalah sekolahnya. Ketika itu, Katak adalah
salahsatu anggota redaksi yang Kumbang ketahui. Jadi, Kumbang menghubunginya.
Tak ada jawaban pasti, Katak hanya menjajikan makan malam yang akan ia bayari.
Kumbang merasa ada kode pendekatan dari Katak, tetapi ia hiraukan. Ketika itu
Kumbang masih bersama Kera, Kumbang selalu menghiraukan semua kode dari
laki-laki lain, termasuk Katak. Baginya, Kera adalah yang terbaik untuk menemaninya
untuk kehidupan selanjutnya. Siapa yang tahu renacana tuhan, ketika hubungan
Kera dan Kumbang akhirnya berakhir dengan tragisnya. Kehadiran pihak ketigalah
yang membuat Kera berpaling dari perempuan sesempurna Kumbang. Kumbang hanya
menangis dan menangis, kala itu. Hatinya bagai dihancurkan beribu palu dengan
sangat kuatnya hingga terciptanya luka yang cukup besar.
Tuhan ternyata memiliki rencana yang lebih indah, ketika
Kumbang sedang sibuk dengan tangisan bombainya, dikirimkanlah seseorang lain
yang selalu menemani jalannya dalam penyembuhan sakit hatinya. Katak itulah
jawabannya. Katak awalnya tidak tahu tentang masalah Kumbang. Setiap malam, ia
hanya menemani Kumbang, berusaha meluncurkan beribu cara untuk mendekati
Kumbang. Kumbang yang sedang sakit hati membalasnya dengan tawa palsu yang ia
berikan di pesannya. Jiwanya masih menangis. Pikirannya masih tertinggal di
Kera yang sedang menjalin kisah dengan perempuan lain. Ia tahu itu menyakitkan
dan menyebalkan, tetapi kenangan bersama Kera bagaikan mengalir begitu derasnya
di dalam pikiran Kumbang. Ada rasa ingin kembali, tetapi tidak mungkin. Itu
terlalu menyakitkan untuk bersama dengan seseorang yang sudah membuat luka.
Awalnya, Kumbang menganggap Katak hanya sebagai
pelampiasan, teman bicara paska patah hati. Semakin lama, anggapan itu hilang.
Entah, mulai muncul perasaan yang berbeda ketika setiap melihat pesan baru dari
Katak. Ia tidak sadar untuk pertamanya, tetapi rasa itu bagaikan bunga yang mulai
bermekaran. Semakin merekah. Kumbang awalnya tidak mau menerima, ia seperti
mengutuk perasaan itu. Kenapa secepat itu perasaan ini muncul? Kenapa dia
dengan seenaknya mempengaruhi perasaanku? Rasa tidak terima muncul, ia tidak
rela ketika Katak dengan mudah mempengaruhi perasaannya. Ia masih teringat
susahnya perjuangannya mendapatkan Kera, sedangkan Katak dengan mudahnya
mengambil perhatiannya. Kumbang berusaha mengusir rasa itu, tetapi tetap saja
tidak pergi. Menempel bagaikan parasit.
Seiring waktu, Kumbang mulai mencoba menerima kenyataan
bahwa perasaannya terhadap Kera mulai diambil oleh Katak. Ia mulai menerima
itu. Rindu yang dulu ia beri sepenuhnya terhadap Kera, beralih perlahan pada
Katak. Setiap malam yang ia tunggu hanya kabar dari Katak, tetapi tidak bisa ia
dapatkan setiap malam. Ia memaklumi itu, mereka sama-sama menempuh studi di
sekolah dan tingkatan yang sama. Sama-sama sedang dilanda kesibukan di tingkat
akhir sekolah, sama-sama sibuk mengejar impian, tetapi sesungguhnya mereka
sama-sama menyimpan rindu yang sama besarnya.
Setelah kurang lebih satu bulan mengenalnya,
bayang-bayang Kera mulai tertutupi oleh sosok Katak. Tidak sepenuhnya, tetapi
hampir seluruh bagian. Kumbang mulai merelekan kepergian sosok Kera. Walaupun
terhitung sebentar, Katak sudah berhasil menjadi obat penawar sakit yang dulu
pernah Kumbang harapkan.
Hubungan
mereka berlanjut hingga saat ini. Tentram dan baik-baik saja. Kumbang merasa
lebih bersyukur dan berbahagia telah memilih Katak untuk pelampiasannya. Itu
lucu. Ia lebih bahagia dengan Katak yang selalu membuatnya tersenyum dengan
caranya yang berbeda. Katak tidak sesempurna Kera, tetapi jauh lebih damai
bersama Katak. Pernah, mereka saling
bertukar pesan hanya membahas orang yang Kumbang rindu. Kala itu,
Kumbang masih terlalu canggung dan malu untuk menyatakan kalimat rindu kepada
Katak. Percakapan itu begitu sederhana, ketika Kumbang berusaha mengucap rindu
pada Katak dengan kalimat yang berbeda. Bagi Kumbang Katak memang tak setampan
Kera. Katak memiliki rupa yang tidak bosan untuk ia tertawakan. Itulah yang
membuat Kumbang suka, tidak bosan. Bukan rupa sebenarnya yang Kumbang suka, ia
hanya merasa nyaman bersama Katak.
“Halo?”
Lambaian tangan datang tepat di depan matanya. Lamunannya bubar seketika. Ia
cukup kaget melihat sesosok laki-laki sudah duduk di depannya. Laki-laki itu,
Katak tertawa dengan renyahnya melihat ekspresi kaget Kumbang. Kumbang ikut
tertawa dengan sedikit dibuat-buat. Sejujurnya dia malu. “Lagi memikirkan
siapa?”
“Ada,
deh. Rahasia kalau itu,” jawab Kumbang seraya
mengambil makanannya yang masih dibawa Katak. Senyum Kumbang mengembang semakin
lebar. Katak menatapnya curiga, Kumbang seperti menyembunyikan sesuatu.
Dia
memajukan badannya, dan tersenyum curiga, “Kenapa tersenyum? Hayo, tadi mikir
siapa, sih?”
Kumbang
hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “Masa depan.”
Mereka
tertawa bersama, Katak bertanya lagi, “Masa depan dengan siapa?” Kumbang
pura-pura berpikir, berusaha mencari jawaban yang tepat. “Dengan orang asing.”
Tawa mereka meledak kembali. Ya, begitulah mereka, seperti tidak ada yang serius.
Siapa yang tahu, ternyata hati mereka benar-benar serius untuk menjalin
hubungan ini.
Kura-kura atau kera ?
ReplyDelete